Pewarisan Sifat pada Manusia - Anda telah mempelajari pola-pola pewarisan sifat dengan contoh-contohnya pada hewan dan tumbuhan. Bagaimanakah pola pewarisan pada manusia? Untuk dapat mengaplikasikan pola-pola pewarisan sifat yang dikemukakan Mendel pada manusia, sebelumnya harus diketahui ciri atau sifat yang diwariskan dan dipengaruhi oleh satu gen.
Manusia sejak dulu sangat tertarik pada pewarisan sifat atau hereditas. Manusia telah mengetahui pentingnya pewarisan sifat dalam keluarga, produksi tanaman, dan ternak. Gregor Mendel adalah orang pertama yang mempelajari pewarisan sifat secara ilmiah. Sekitar 1857, ia melakukan pengamatan pewarisan sifat terhadap tanaman ercis (Pisum sativum). Meskipun Mendel mengetahui adanya pola pewarisan sifat pada tanaman ercis, ia tidak mengetahui materi genetik apa yang diturunkan dan menyebabkan pola pewarisan sifat. Kini para ilmuwan menyebut unit hereditas yang dipelajari Mendel sebagai gen. Adapun genom adalah seperangkat gen yang dimiliki suatu makhluk hidup. Di manakah gen berada? Bagaimanakah bentuk fisik gen?
Hal ini tidaklah mudah, karena terkadang sulit untuk mengetahui suatu ciri sebagai ciri yang diwariskan atau sebagai pengaruh lingkungan. Hal lain yang menyulitkan, yakni pada manusia tidak dapat dilakukan test cross seperti halnya pada hewan dan tumbuhan. Manusia juga tidak menghasilkan keturunan sebanyak tumbuhan atau hewan. Oleh karena itu, biasanya bergantung pada catatan keluarga mengenai kelahiran, perkawinan, dan kematian untuk mengungkapkan pewarisan sifat pada manusia.
Catatan tersebut dibuat dalam bentuk pedigree atau peta silsilah. Peta silsilah ini dibuat dalam beberapa generasi sehingga dari peta silsilah tersebut dapat diketahui riwayat kondisi kesehatan serta sifat-sifat yang diturunkan pada keluarga tersebut. Berikut ini contoh peta silsilah tiga generasi.
Peta silsilah (pedigree) dibuat untuk mengetahui pewarisan penyakit pada anggota keluarganya |
Selain melalui peta silsilah, cara lain untuk mengetahui apakah sifat yang diwariskan pada manusia disebabkan secara genetis, yaitu meneliti kromosom secara langsung. Proses ini dilakukan dengan pewarnaan kromosom saat metafase (mitosis) memfoto, memotong-motong gambarnya, dan mengatur berdasarkan ukuran dan bentuk. Cara ini membantu mengungkap kelainan kromosom pada manusia, seperti sindrom Down.
Kromosom manusia dengan sindrom Down |
1. Abnormalitas dan Penyakit Turunan
Sifat abnormal adalah sifat yang tidak umum dalam populasi. Anda dapat mengetahui sifat abnormal sebagai ciri yang sangat berbeda. Sifat abnormal secara genetis terkadang menjadi masalah. Penyakit genetis atau turunan merupakan kelainan yang disebabkan oleh gen atau kelompok gen. Penyakit ini dapat diturunkan, bersifat tetap dan tidak menular. Penyakit turunan umumnya bersifat resesif dan individu dengan sifat heterozigot (carrier) sering tidak menyadari bahwa mereka pembawa sifat abnormal. Akhirnya, mereka menghasilkan keturunan yang menderita kelainan.
a. Pewarisan Penyakit Hormon Melalui Autosom
Penyakit turunan dapat diwariskan melalui autosom atau kromosom sel tubuh. Penyakit ini di antaranya gangguan mental, albinisme, brakidaktili, dan polidaktili.
1) Gangguan Mental
Beberapa gangguan mental yang sudah diketahui pada manusia di antaranya imbisil, debil, dan idiot. Penyebab gangguan mental ini bermacam-macam, di antaranya metabolisme abnormal fenilalanin yang menyebabkan penyakit yang disebut fenilketonuria (FKU).
Penyakit FKU disebabkan oleh kegagalan tubuh penderita menyintesis enzim yang mengubah fenilalanin menjadi tirosin. Konsentrasi fenilalanin tinggi dalam darah penderita menyebabkan kerusakan pada otak sehingga berakibat terjadinya kelainan mental. Sifat ini dikendalikan oleh gen resesif. Perhatikan diagram persilangan berikut
2) Albinisme
Albinisme adalah kelainan yang disebabkan ketidakmampuan tubuh membentuk pigmen melanin. Keadaan ini menyebabkan penderita albino tidak memiliki pigmen kulit, iris, dan rambut. Kulit dan mata penderita albino sangat sensitif terhadap cahaya dan mereka harus menghindar dari cahaya matahari yang terlalu terang.
Albinisme ini disebabkan oleh alel resesif yang ditemukan pada autosom. Seorang anak albino dapat lahir dari pasangan orang tua yangkeduanya normal heterozigot atau dari pasangan normal dan albino.
Perkawinan antara albino dan normal ca ie |
3) Brakidaktili
Brakidaktili merupakan kelainan pada ruas-ruas jari yang memendek pada manusia. Kelainan ini disebabkan oleh gen dominan (B) yang bersifat letal. Jika gen dalam keadaan homozigot dominan (BB) akan bersifat letal. Dalam keadaan heterozigot (Bb), individu menderita kelainan brakidaktili. Adapun keadaan gen homozigot resesif (bb) individu normal.
Diagram perkawinan sesama penderita brakidaktili |
4) Polidaktili
Polidaktili adalah kelainan pada manusia berupa bertambahnya jari tangan atau kaki dari jumlah normal. Kelainan ini disebabkan oleh gen dominan homozigot pada autosom. Jika gen dominan polidaktili dilambangkan P maka individu dengan gen homozigot dominan (PP) dan heterozigot (Pp) akan menderita polidaktili. Adapun individu dengan gen homozigot resesif (pp) bersifat normal
Polidaktili merupakan pewarisan sifat berupa kelebihan jumlah jari tangan atau kaki. |
Diagram perkawinan antara penderita polidaktili dan individu normal |
Gen polidaktili memiliki pengaruh yang bervariasi terhadap fenotipe. Terkadang menghasilkan jari tambahan di tangan, kaki, atau keduanya. Polidaktili juga memperlihatkan sifat penetrasi parsial, terkadang gen tersebut tidak memengaruhi apa-apa dan individu dengan gen tersebut tetap memiliki jumlah jari kaki dan tangan yang normal.
b. Pewarisan Penyakit Turunan pada Gonosom
Selain melalui autosom, terdapat beberapa penyakit turunan yang diwariskan melalui gonosom (kromosom seks) sehingga penyakit tersebut terpaut seks. Beberapa penyakit tersebut, antara lain buta warna dan hemofilia.
1) Buta warna
Buta warna merupakan penyakit turunan yang menyebabkan penderita tidak dapat membedakan warna-warna tertentu. Terdapat dua jenis buta warna, yakni buta warna parsial dan buta warna total. Pada buta warna parsial, penderita tidak dapat membedakan beberapa warna saja. Contohnya merah-hijau dan biru-hijau. Adapun buta warna total, ia tidak bisa membedakan semua jenis warna.
Buta warna disebabkan oleh gen resesif buta warna (cb) yang terpaut pada kromosom X. Oleh karena itu, terdapat beberapa kombinasi genotipe yang dapat terjadi. Perhatikan tabel berikut.
Kemungkinan Genotipe dan Fenotipe Buta arna |
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa pada laki-laki hanya terdapat dua kemungkinan, normal dan buta warna. Adapun pada wanita terdapat tiga kemungkinan, normal, normal carrier, atau buta warna.
Jika laki-laki buta warna menikahi wanita normal, semua anakny normal heterozigot. Akan tetapi, jika wanita buta warna menikahi laki- laki normal, semua anak laki-lakinya buta warna. Perhatikan diagram berikut
Diagram perkawinan buta warna |
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kromosom X dari ibu sangat berpengaruh terhadap penentuan sifat buta warna anak laki-laki. Pada wanita pembawa sifat buta warna (carrier), sebenarnya sel-sel kerucut mata ada yang mengalami kelainan. Akan tetapi, walaupun jumlah sel- sel kerucut matanya tereduksi, jumlah sel-sel kerucut normal masih banyak dan cukup untuk menghasilkan penglihatan mata yang normal (Hopson essels, 1990: 261). Bagaimana keturunan pasangan laki- laki normal dan wanita carrier?
2) Hemofilia
Kelainan lain yang diwariskan melalui gonosom, di antaranya hemofilia. Kelainan ini menyebabkan tubuh tidak dapat membuat protein yang diperlukan dalam pembekuan darah. Penderita hemofilia dapat kehabisan darah dan meninggal dunia hanya karena luka kecil.
Selama beberapa generasi, kasus hemofilia terjadi pada keluarga kerajaan Inggris. Setelah para ilmuwan meneliti peta silsilah keluarga kerajaan, diketahui bahwa gen hemofilia diturunkan oleh Ratu Victoria yang memiliki genotipe heterozigot (carrier) hemofilia.
Peta silsilah (pedigree) yang mengungkap pewarisan kelainan hemofilia pada keluarga kerajaan Inggris.
|
Hemofilia dikendalikan oleh gen resesif yang terpaut kromosom X, seperti halnya buta warna. Pada perempuan dengan gen resesif homozigot, gen ini bersifat letal. Mungkin, calon bayi tersebut akan mati dalam kandungan sehingga tidak akan ditemukan wanita hemofilia. Laki-laki penderita hemofilia umumnya tidak hidup hingga dewasa karena sulitnya penanganan hemofilia.
Diagram perkawinan wanita pembawa dan pria normal
2. Golongan Darah
Pernahkah Anda memeriksakan golongan darah Anda? Apakah hasilnya? A, B, AB, atau O? Golongan darah merupakan salah satu ciri yang diwariskan pada manusia. Penentuan golongan darah ini berdasarkan ada atau tidaknya reaksi penggumpalan antardarah. Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa macam penggolongan darah, di antaranya sistem AB , sistem M , dan sistem R .
a. Sistem ABO
Penggolongan darah sistem ABO ditemukan oleh K. Landsteiner sekitar 1900. Ia menemukan bahwa terkadang jika darah seseorang dicampurkan dengan yang lain, terjadi reaksi penggumpalan (aglutinasi). Akan tetapi, pada orang lain hal tersebut terkadang tidak terjadi. Berdasarkan hal inilah terbentuk empat jenis golongan darah, A, B, AB, atau O (nol).
Proses penggumpalan antargolongan darah dipengaruhi oleh kandungan aglutinogen atau antigen (antibody generator) serta aglutinin (antibody) pada darah-darah tersebut. Jika antigen bertemu dengan antibodi lawannya, darah akan menggumpal. Perhatikan tabel berikut.
Fenotipe dan Genotipe Golongan Darah Sistem A B O |
Berdasarkan tabel tersebut, seseorang dengan golongan darah A tidak dapat menerima darah golongan B. Begitu juga sebaliknya. Pada individu dengan golongan AB, secara teori dapat menerima semua golongan darah karena tidak memiliki antibodi. Bagaimana jika seseorang memiliki golongan darah O?
Golongan darah dikendalikan oleh gen I (iso aglutinogen) yang memiliki tiga macam alel, I A, I, B, dan I O. Alel I A mengendalikan pembentukan antigen A dan alel I B mengendalikan pembentukan antigen B. Adapun alel I O tidak membentuk antigen. Alel I O bersifat resesif terhadap alel I A dan I B. Alel I A dan I B bersifat kodominan, dua gen tersebut terekspresikan dan tidak ada yang dominan. Perhatikan kembali tabel di atas untuk memahami sifat-sifat alel tersebut.
Bagaimanakah golongan darah ABO dapat diwariskan kepada keturunannya? Perhatikan contoh-contoh berikut.
Diagram pewarisan golongan darah AB |
b. Sistem MN
Pada 1927, K. Landsteiner dan P. Levine menemukan antigen baru yang disebut antigen-M dan antigen-N. Sel darah merah manusia dapat mengandung salah satu atau kedua antigen tersebut sehingga terdapat golongan darah M, MN, dan N.
Pada darah manusia, tidak terdapat aglutinin (zat penggumpal) untuk antigen-antigen ini sehingga transfusi darah tidak dipengaruhi sistem golongan darah ini (Suryo, 2001: 262). Namun, jika antigen tersebut disuntikkan ke dalam tubuh kelinci akan terbentuk anti-M atau anti-N dalam darah kelinci yang dapat menggumpalkan darah tersebut. Kemudian, zat anti-M dan anti-N yang dihasilkan darah kelinci, digunakan untuk menentukan golongan darah MN pada manusia dengan melihat reaksi penggumpalan eritrosit. Hal inilah yang menentukan penggolongan darah sistem MN pada manusia. Perhatikan tabel berikut.
Tabel Reaksi Penggumpalan Eritrosit oleh Antiserum Kelinci |
Pembentukan antigen M dan N ditentukan oleh alel I M dan I N. Alel ini bersifat kodominan sehingga alel I M tidak dominan terhadap I N dan sebaliknya. Bagaimana cara golongan darah MN diturunkan? Perhatikan contoh berikut
Diagram perkawinan antara golongan darah dan M |
c. Sistem Rhesus
Penggolongan darah berdasarkan sistem Rh ditemukan oleh K. Landsteiner dan A. S. einer pada 1940. Rh merupakan singkatan dari rhesus, diambil dari nama kera acaca rhesus. Pada kera ini didapati antigen yang memicu penggumpalan darah kera oleh antibodi darah kelinci dan marmot yang disuntikkan. Kelinci dan marmot membentuk antiserum yang kemudian digunakan untuk menguji darah manusia.
Berdasarkan pengujian, darah manusia dibedakan atas Rh+ dan Rh. Individu Rh+ memiliki antigen rhesus. Adapun individu Rh– tidak memiliki antigen rhesus. Pembentukan antigen Rh ini dikendalikan oleh gen IRh yang dominan terhadap Irh. Perhatikan tabel berikut.
Fenotipe, Genotipe, dan Gamet pada Sistem Rhesus |
Perkawinan antara pria dengan Rh+ dan wanita dengan Rh– dapat menyebabkan keturunannya menderita penyakit eritroblastosis fetalis. Jika bayi yang dilahirkan memiliki Rh– , kemungkinan bayi tersebut terlahir normal. Kelainan terjadi jika janin yang dikandung Rh+ yang diwariskan dari orangtua laki-laki.
Jika janin yang dikandung Rh+, sedangkan ibu Rh– , pada kehamilan pertama bayi tersebut terlahir selamat. Hal ini disebabkan antibodi ibu terhadap antigen Rh– belum banyak diproduksi. Akan tetapi, pada kehamilan kedua, jika janin Rh+, janin tersebut akan diserang oleh antibodi ibu (anti–Rh+). Akibatnya, jika janin Rh+, akan menderita eritroblastosis fetalis. Keadaan ini tidak terjadi jika pria Rh– dan wanita Rh+ atau keduanya memiliki golongan Rh yang sama.
0 komentar:
Posting Komentar