Home » , » Perkembangan politik luar negeri Republik Indonesia

Perkembangan politik luar negeri Republik Indonesia

Politik bebas aktif tidak akan sepenuhnya dipahami jika tidak mengikuti perkembangan dunia di saat-saat menjelang lahirnya Indonesia merdeka, negara yang dilukiskan oleh Multatuli (Belanda):  ”Laksana untaian zamrud yang melingkar-lingkar pada garis khatulistiwa”.


Perang Dunia II yang sudah berakhir mula-mula pecah di Eropa tahun 1939 dan meluas ke kawasan Asia Pasifik ketika Jepang menyerang pangkalan Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai (Desember 1941).

Bagian Perang Dunia II itu dikenal dengan sebutan Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya. Dalam Perang Pasifik itu, angkatan perang Amerika Serikat di bawah pimpinan Jenderal Mac Arthur dan Laksamana Chester Nimitz berhasil menggulung angkatan perang Jepang kembali ke negaranya. Sementara itu, Laksamana Lord Louis Mountbatten menyerbu Birma dari barat dan bergerak ke Asia Tenggara. Dari Saipan dan Okinawa, Angkatan Udara Amerika Serikat mengebom kota-kota Jepang. Bom atom pertama dijatuhkan di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan di kota Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Uni Soviet  menyatakan perang terhadap Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945.

Perang Dunia II telah membawa perubahan pokok dalam situasi internasional. Perubahan yang besar pengaruhnya terhadap politik bebas aktif tersebut, antara lain, beralihnya kekuasaan dunia dari Eropa, di satu pihak ke Amerika Serikat dan pihak lain ke Uni Soviet yang kemudian menjadi dua kekuatan raksasa dunia. Perubahan lain yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap politik bebas aktif adalah meledaknya semangat nasionalisme dan antipenjajahan, terutama di Asia Afrika.

a. Perang Dingin
Berhubung kedua kekuatan raksasa Amerika dan Uni Soviet mempunyai sistem dan kepentingan yang sangat berbeda, dengan sendirinya terdapat perselisihan antara keduanya. Perselisihan itu sebenarnya mulai tampak ketika Perang Dunia II memasuki babak terakhir, terutama dalam menentukan nasib negara-negara yang kalah perang. Namun, perselisihan itu baru memuncak dengan hebat setelah berakhirnya perang. Perkembangan hubungan kedua negara raksasa itu dalam masa pascaperang dikenal dengan Perang Dingin yang penuh dengan aneka ketegangan.

Dalam suasana Perang Dingin tersebut kedua kekuatan raksasa itu berlomba- lomba menyusun dan mengembangkan kemampuan di semua bidang, baik politik, ekonomi, militer, budaya, maupun propaganda. Kedua kekuatan itu membagi dunia  dalam dua blok yang bersaing satu dengan yang lain dalam menanamkan pengaruhmasing-masing terhadap negara lain di dunia.

Pembagian dunia dalam dua kutub seperti itu dikenal dengan sebutan bipolaritas, yaitu masing-masing menuntut supaya semua negara di dunia ini menjatuhkan pilihannya pada salah satu blok. Pilihan sikap ”tidak pro” dianggap ”anti”, sedangkan ”tidak netral” dianggap ”dikutuk”.

b. Lahirnya politik bebas aktif
Perang Dunia II tidak saja menciptakan bipolaritas dalam hubungan internasional,tetapi juga membawa perubahan mendasar dalam proses dekolonisasi. Bipolaritas adalah suatu sistem perimbangan kekuatan yang menempatkan negara-negara ke dalam dua kutub kekuatan yang saling bersaingan dipimpin oleh satu kekuatan penentu. Adapun dekolonisasi adalah penghapusan daerah jajahan. Akibatnya, semangat kebangsaan secara merata meluap-luap dan meledak dalam bentuk perjuangan kemerdekaan terhadap penjajahan. Wilayah jajahan Belanda, Hindia Timur, juga diduduki Jepang selama Perang Pasifik. Dua hari setelah Jepang menyerah, pada tanggal 17 Agustus 1945 kemudian bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya.

Dengan proklamasi tersebut, muncullah Indonesia sebagai negara merdeka di peta dunia. Sesuai dengan tujuan Pembukaan UUD 1945 yang disahkan sehari kemudian, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, yang dalam Pembukaan disebutkan bahwa Indonesia berkewajiban ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, lahir pulalah politik luar negeri pemerintahan Republik Indonesia yang dikenal dengan sebutan politik bebas aktif.

c. Keterangan Wakil Presiden Mohammad Hatta di depan BPKNIP
Wakil Presiden Mohammad Hatta yang pada waktu itu memimpin kabinet presidensil dalam memberikan keterang- an di depan badan pekerja KNIP, pada tanggal 2 September 1948, mengemu- kakan pernyataan yang merupakan penjelasan pertama tentang politik bebas aktif. Dalam keterangan tersebut, Bung Hatta bertanya, ”Mestikah kita bangsa Indonesia kemerdekaan bangsa dan negara kita harus memilih antara pro- Rusia atau pro-Amerika? Apakah kita ada pendirian lain yang harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita?”

Wakil Presiden Moh. Hatta yang sedang memimpin kabinet presidensiil di depan Badan Pekerja KNIP


Bung Hatta menjawab sendiri pertanyaannya dengan menggaris-bawahi, ”Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita tetap subjek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seutuhnya.”



Dalam keterangan tersebut, Bung Hatta tidak sekalipun menyebut politik bebas aktif, tetapi hal itu tidak perlu diragukan karena dalam keterangan lain beliau telah berulang kali menyebut istilah politik bebas aktif jika menyebut politik luar negeri Republik Indonesia. Lagi pula, keterangannya pada tanggal 2 September 1948 yang diberi judul ”Mendayung antara Dua Karang” mengandung arti politik bebas aktif. Mendayung berarti upaya (aktif) dan antara dua karang berarti tidak terikat oleh dua kekuatan adikuasa yang ada pada saat itu, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet (yang kini telah runtuh).

0 komentar:

Posting Komentar