Home » , » Makalah Penyimpangan terhadap Konstitusi yang Berlaku di Indonesia

Makalah Penyimpangan terhadap Konstitusi yang Berlaku di Indonesia

Penyimpangan-Penyimpangan  terhadap Konstitusi yang Berlaku  di Indonesia - Sejarah memperlihatkan bahwa pelaksanaan sistem pemerintahan yang pernah diterapkan di Indonesia telah berganti-ganti dengan berbagai sistem yang berbeda-beda. Begitu pula dengan konstitusi yang digunakan pun berganti-ganti. Hal tersebut tidak terlepas dari belum stabilnya pemerintahan. Namun, dalam era keterbukaan yang sejalan dengan dibu kanya kran demokrasi pascareformasi, Indonesia telah menyatakan untuk senantiasa berpegang teguh pada prinsip-prinsip demokrasi dan UUD 1945.

Dalam demokrasi, semua warga negara ikut memerintah dengan hak dan kewajiban warga negara yang sama. Untuk menjamin berlang sungnya proses pemerintahan oleh semua warga negara, konstitusi harus membatasi kekuasaan suatu lembaga negara, dan menjamin pemenuhan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak asasi manusia yang melekat pada dirinya serta setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintahan. Pemenang pemilu memerintah, yang kalah pemilu mengawasi jalannya pemerintahan. Semua permasalahan diselesaikan secara damai, melalui berbagai cara, seperti debat publik, diskusi, kompromi, dan voting. Kata akhir tetap berada pada rakyat dengan mekanisme pemilu, referendum, atau cara-cara lain, seperti demonstrasi. Rakyat harus terus-menerus mengingatkan pejabat negara bahwa keber  adaan mereka adalah atas dukungan dan biaya dari rakyat. Oleh karena itu, mereka harus selalu mendengar, memper-hatikan, dan memper juangkan kepentingan rakyat.

1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia dan Pemerintahan Indonesia

Pada awal kemerdekaan, ketika para pendiri bangsa melihat bahwa Republik Indonesia memiliki keragaman pulau, bahasa, agama, keper-cayaan, adat istiadat, suku bangsa dan kebiasaan lainnya maka di  buatlah konstitusi yang cenderung gabungan, yaitu kekuasaan berada di tangan eksekutif. Ketika itu kekuasaan eksekutif belum me nimbul kan  tirani (kekuasaan berlebihan) karena para pendiri bangsa bekerja penuh peng abdian dan patriotisme.

Konstitusi Indonesia pertama adalah UUD 1945 yang diresmikan  18 Agustus 1945 bersamaan dengan pengangkatan Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia yang pertama. Dalam pembukaan konstitusi tersebut, dicantumkan dasar negara yang diberi nama Pancasila dan empat butir tujuan negara. Hal tersebut yang menjadikan Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diganti meskipun sampai saat ini telah mengalami amandemen yang keempat. 

Dalam penjelasan UUD 1945 dijelaskan tentang sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai berikut.

a. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum
Hal ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 1 Ayat 3, yaitu negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan demikian, semua tindakan dan kegiatan pemerintahan berdasarkan hukum.

b. Sistem Konstitusional
Pemerintah Indonesia berdasarkan atas sistem konstitusi  (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).

Di Indonesia, lembaga pemegang kekuasaan dibagi dalam beberapa lembaga, yaitu eksekutif (Presiden), Legislatif (DPR), Yudikatif (MA), Inspektif (BPK), dan Konstitutif (MPR). Lembaga-lembaga tersebut merupakan lembaga tinggi negara.

c. kekuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan MPR
Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat. Hal tersebut adalah bentuk dari kedaulatan Indonesia sebelum adanya amandemen UUD 1945. Namun, setelah adanya amandemen UUD 1945, kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat yang dijalankan berdasarkan undang-undang.

d. Presiden adalah penyelenggara Pemerintahan Negara tertinggi
Tertinggi 
Penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa presiden adalah penye-lenggara pemerintahan negara tertinggi. Dengan demikian, kekuasaan dan tanggung jawab sebagian besar berada di tangan presiden (Concentration of Power and Responsibility upon the President).

e. Presiden Tidak Bertanggung Jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Presiden harus mendapat persetujuan DPR RI untuk membentuk undang-undang (Gesetzgebung) dan menetapkan APBN (Staats-begrooting). Oleh karena itu, presiden harus mendengarkan suara DPR. Namun, presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.

Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemerintah Indonesia bukan parlementer, tetapi juga tidak sepenuhnya dianggap presidensil. Presiden tidak dapat membubarkan DPR. Sebaliknya, DPR tidak dapat memberi-kan mosi tidak percaya untuk menjatuhkan presiden.

Presiden merupakan pertanggungjawaban terakhir peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala pemerintahan. Tidak ada pemisahan antara presiden dengan kabinetnya karena presiden sendiri adalah pimpinan eksekutif.
DPR merupakan lembaga yang mem-berikan persetujuan atas rancangan undang-undang yang diajukan oleh pemerintah. 

f. Menteri Negara adalah pembantu Presiden
Pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri adalah  sepenuhnya wewenang presiden. Menteri tidak bertanggung jawab ke-pada DPR, tetapi ber tang gung jawab kepada presiden. Oleh karena itu,   status mereka meru pakan pembantu pesiden. Namun, tidak diharapkan para menteri itu berlindung di belakang presiden. Presiden dengan para menterinya tidak mempunyai kekuasaan untuk membubarkan DPR. Begitu pula presiden dan menteri tidak bisa dibubarkan akibat kehilangan dukungan dari sebagian besar anggota DPR.

g. Kekuasaa kepala negara Tidak tak terbatas
Absolutisme dikenal dengan istilah kekuasaan “Tak Terbatas.” Oleh karena itu, untuk menciptakan demokrasi yang seimbang dikenalkanlah istilah lain, yaitu “Tidak Tak Terbatas.” Dengan ini, presiden harus menyatakan kesediaannya untuk memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Dewan Perwakilan Rakyat harus mempergunakan seluruh haknya sebagai parlemen legislatif tanpa khawatir di-recall oleh partainya.

Kedudukan dan peranan Dewan Perwakilan Rakyat sebenarnya kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden. Selain itu, DPR juga merupakan sebuah lembaga yang mengawasi pemerintah (presiden dan menteri-menterinya di dewan kabinet), agar berjalan secara berdaya guna, dan berhasil guna.

Jadi, sesuai dengan sistem ini maka kebijakan atau tindakan presiden dibatasi pula oleh adanya pengawasan yang efektif dari DPR. Sistem atau mekanisme ini merupakan upaya secara preventif untuk mencegah peme rosotan sistem konstitusional menjadi absolutisme.

2. Penyimpangan-Penyimpangan terhadap Konstitusi

Dinamika politik di Indonesia, tidak sepi dari masalah politik yang berlarut-larut. Dengan demikian, tidak jarang antara satu periode dan periode yang lainnya, memiliki masalah ketatanegaraan yang sangat mem prihatinkan. Dalam periode Orde Lama dan Orde Baru, ditemukan adanya gejala penyimpangan konstitusi. Artinya, pada masa itu, baik legislatif maupun eksekutif ada yang melakukan tindakan yang melanggar undang-undang (konstitusi). Dengan adanya pelanggaran konstitusi ini (UUD), sudah tentu akan memiliki dampak yang sangat luas pada sistem ketatanegaraan Indonesia. 

Adapun bentuk-bentuk penyimpangan itu sebagai berikut.

a. Masa berlakunya UUD 1945 I (Periode 18 Agustus 1945–   27 Desember 1949)
  1. Keluarnya maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat dari pembantu Presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif (seharusnya tugas dan wewenang MPR).
  2. Keluarnya maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 yang mengubah sistem presidensial menjadi sistem parlementer. Kedudukan presiden hanya sebagai kepala negara sedangkan kepala pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri  sehingga para menteri bertanggung jawab kepada DPR. Seharusnya berdasarkan pasal 4 Ayat 1 dan pasal 17 kedudukan presiden adalah kepala pemerintahan.

b. Masa berlakunya Konstitusi RIS 1949 (Periode 27 Desember 1949– 17 Agustus 1950)
 Sesuai dengan Konstitusi RIS, sistem pemerintahan yang dianut adalah parlementer yaitu kedudukan parlemen sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintahan. Namun dalam kenyataannya parlemen hanya terbatas hal-hal tertentu saja. Misalnya, kekuasaan presiden hanya sebagai kepala negara, tetapi dalam kenyataannya presiden masih mencampuri urusan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Kemudian, pembentukan kabinet oleh presiden seharusnya oleh parlemen

c. Masa berlakunya UUDS 1950 (Periode 17 Agustus 1950– 5 Juli 1959)
Sistem yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer. namun dalam kenyataannya masih bercampurnya kekuasaan pemerintahan dan kepala negara, misalnya perdana menteri diangkat oleh Presiden seharusnya oleh parlemen. Kemudian pembentukan kabinet oleh presiden seharusnya oleh parlemen.

d. Masa berlakunya UUD 1945 kedua
1. Orde lama (Periode 5 Juli 1953–11 Maret 1966)
  • Adanya penyimpangan ideologis, yaitu penerapan konsep Nasionalis, Agama dan Komunis (Nasakom)
  • Pemusatan kekuasaan pada presiden sehingga kewenangannya melebihi ketentuan yang diatur UUD 1945. Misalnya, pembentukan Penetapan Presiden (Penpres) yang setingkat dengan Undang-undang.
  • MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.
  • Presiden membubarkan DPR hasil pemilu tahun 1955 dan membentuk DPR-GR tanpa melalui pemilu.
  • Adanya jabatan rangkap yaitu Pimpinan MPRS dan DPR dijadikan menteri negara, sehingga berkedudukan sebagai pembantu presiden.
  • Negara Indonesia masuk dalam salah satu poros kekuasaan dunia yaitu poros Moskwa-Peking sehingga bertentangan dengan politik bebas aktif.

2. Orde Baru (11 Maret 1966–21 Mei 1998)
  • Perubahan kekuasaan yang statis
  • Perekrutan politik yang tertutup
  • Pemilihan umum yang kurang demokratis
  • Kurangnya jaminan hak asasi manusia
    Salah satu ciri dari negara yang menganut paham demokrasi adalah adanya pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia. Dalam pemerintahan Orde Baru, dirasakan penghormatan dan perlindungan HAM masih kurang diperhatikan. 
  • Presiden mengontrol perekrutan organisasi politik
    Pengisian jabatan ketua umum partai politik harus mendapat persetujuan dari presiden. Seharusnya, pemilihan ketua umum partai diserahkan kepada kader partai bersangkutan.
  • Presiden memiliki sumber daya keuangan yang sangat besar
    Dalam penentuan anggaran, DPR tidak mempunyai kekuasaan untuk mengubah rencana anggaran yang diajukan oleh presiden. Anggaran-anggaran lembaga-lembaga tinggi negara ditentukan oleh presiden. Presiden mempunyai mekanisme pemberian bantuan melalui Instruksi Presiden, Bantuan Presiden tanpa melalui per  setujuan DPR. Presiden juga memiliki sejumlah yayasan yang pertanggung  jawabannya kurang jelas dan kurang transparan.

Peristiwa yang lainnya, yaitu adanya peristiwa-peristiwa politik yang menyebabkan adanya perubahan ketatanegaraan di Indonesia. Selama Orde Lama, ada peritiswa Dekrit Presiden (5 Juli 1959) dan G 30 S / PKI. Berikut adalah akibat keluarnya Dekrit Presiden.
Pemakaman para jenderal korban keganasan PKI. 

  1. Dekrit  Presiden menyebabkan adanya perubahan ketatanegaraan. Isi dari Dekrit  itu adalah membubarkan konstituante, kembali kepada UUD 1945, dan tidak berlaku lagi UUDS. Adanya peristiwa ini, terjadilah proses perubahan ketatanegaraan di  Indonesia. Satu sisi, Indonesia kembali ke UUD 1945, tetapi di sisi yang lain, Indonesia memasuki era Demokrasi Terpimpin. 
  2. Gerakan 30 September PKI yang menewaskan perwira tinggi Angkatan Darat dan rakyat tidak berdosa, menyebabkan adanya gejolak politik di Indonesia. Partai Komunis Indonesia yang melakukan kudeta kepada pemerintahan yang sah, mendapat  perlawanan dari seluruh rakyat Indonesia. Setelah terjadinya pem berontakan PKI ini, gelombang protes mahasiswa  terjadi di seluruh Indonesia. Akhirnya, dalam Sidang Umum MPR tahun 1966 Soekarno diberhentikan dari jabatan presiden dan sekaligus mengangkat Jenderal Soeharto menjadi presiden. Pada saat itulah, Orde Baru dimulai. 

b. Penyimpangan pada zaman Orde Baru adalah pelaksanaan pemerin tahan yang sentralistis (terpusat) hampir selama  32 tahun.

Selama kepemimpinan Presiden Soeharto pun ternyata pemerin tahan tidak berjalan dengan baik. Sejumlah penyelewengan konstitusi nya terjadi secara tidak langsung. 

  1. Presiden Soeharto menyempitkan ruang gerak politik rakyat Indonesia. Partai politik diciutkan dan diatur oleh pemerintah sehingga fungsi partai politik pada zaman Orde Baru ini tidak berjalan dengan baik. Fungsi partai politik pada saat itu, lebih menekankan sebagai komunikasi politik atau penyampaian program pemerintah, bukan menjadi alat perjuangan aspirasi rakyat.
  2. Pemerintahan Orde Baru sarat dengan budaya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) sehingga tidak membuka ruang partisipasi publik secara sehat dan kompetitif. Hanya warga negara yang memiliki uang dan kedekatan kekeluargaan saja yang mendapat-kan fasilitas negara.  Budaya KKN ini menyebabkan Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan sejak 1997.
  3. Pada zaman Orde Baru, partai politik dan anggota DPR/MPR lebih banyak menjalankan program pemerintah daripada mem-perjuang  kan aspirasi rakyat. Bahkan, selama Orde Baru ini, MPR/DPR dianggap sebagai stempel pemerintah belaka. Eksekutif lebih berjaya dibandingkan dengan legislatif.


Dengan beberapa pengalaman tersebut, DPR/MPR era reformasi mempertegas UUD 1945 ini dengan menegaskan bahwa presiden hanya bisa menjabat selama dua periode. Setelah dua periode,  seorang presiden tidak boleh mencalonkan kembali untuk menjadi presiden.

1 komentar: