Home » , » Penyimpangan Semu Hukum Mendel Polimeri Kriptomeri Komplementer Epistasis dan Hipostasis

Penyimpangan Semu Hukum Mendel Polimeri Kriptomeri Komplementer Epistasis dan Hipostasis

Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Meskipun hukum Mendel merupakan dasar dari perwarisan sifat, penelitian lebih lanjut menemukan bahwa banyak gen yang tidak sesuai hukum Mendel. Jika perbandingan dengan fenotipe F2  hasil persilangan monohibrid dan dihibrid berdasarkan hukum Mendel adalah 3:1 dan 9:3:3:1, penelitian lain menghasilkan perbandingan F2  yang berbeda. Misalnya, 9:3:4, 12:3:1, dan 9:7.

Penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh adanya interaksi antargen. Interaksi tersebut menghasilkan perbandingan fenotipe yanng menyimpang dari hukum Mendel. Interaksi antargen yang menyebabkan penyimpangan semu hukum Mendel dapat berupa epistasis hipostasis, polimeri, kriptomeri, dan adanya  gen komplementer.

a. Epistasis dan Hipostasis

Fenomena ini diungkapkan kali pertama oleh  illiam Bateson dan  R.C Punnett. Mereka mengawinkan berbagai macam ayam dengan memerhatikan bentuk jengger. Persilangan antara ayam berjengger tipe  rose (mawar) dengan tipe pea (ercis) menghasilkan 100% ayam berjengger  alnut.

Semula, munculnya ayam berjengger  alnut diduga merupakan sifat intermedier (sifat antara) yang muncul jika gennya heterozigot. Akan tetapi, jika ayam F1  berjengger  alnut tersebut dikawinkan sesamanya, dihasilkan empat fenotipe dengan perbandingan 9:3:3:1. Selain fenotipe jengger ayam rose, pea, dan  alnut muncul satu sifat baru lain, yakni  single (tunggal).

Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Diagram Persilangan Ayam Berjengger Rose dan Ayam Berjenger Pea

Empat tipe jengger ayam


Jengger tipe  alnut dan single merupakan tipe jengger baru yang muncul dan tidak dijumpai pada kedua induk. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi antargen. Adanya empat sifat beda dengan perbandingan 9:3:3:1 memberikan petunjuk bahwa terdapat dua pasang alel yang berbeda ikut mempengaruhi bentuk jengger ayam.

Sepasang alel (RR) menentukan tipe jengger  rose dan sepasang alel (PP) menentukan tipe jengger pea. Interaksi antar gen  rose dan  pea menghasilkan fenotipe  alnut (R-P-) dan  single (rrpp).

Gen R dominan terhadap alel r dan gen P dominan terhadap p. Satu atau sepasang gen R dominan terhadap gen r, dalam hal ini menghasilkan fenotipe baru, yakni  alnut. Sepasang gen rrpp menghasilkan fenotipe baru, single. Meskipun terdapat dominansi antara gen P dan gen R, gen- gen tersebut bukanlah gen sealel (Suryo, 2001: 131).

Peristiwa sebuah atau sepasang gen yang menutupi atau mengalahkan ekspresi gen lain yang bukan sealel disebut  epistasis. Adapun gen yang kalah disebut hipostasis. Terkadang, peristiwa epistasis dan hipostasis menghasilkan fenotipe baru (Starr  Taggart, 1995:179)

Epistasis dapat dibedakan berdasarkan dominansi terhadap gen lain menjadi:

1) Epistasis dominan
Hal ini terjadi jika suatu gen bersifat epistasis terhadap gen lain jika bersifat dominan terhadap alelnya. Misalnya, terdapat gen A dan B yang mengatur suatu ciri, maka pada epistasis dominan berlaku sifat gen:



2) Epistasis resesif
Pada epistasis ini, gen akan bersifat epistasis jika dalam keadaan resesif terhadap alelnya. Contohnya:



3) Epistasis dominan dan resesif
Epistasis jenis ini terjadi jika pada suatu ciri yang dikendalikan oleh dua gen dan terdapat epistasis dominan dan resesif. Contohnya:



Contoh Soal
arna umbi lapis bawang (Allium sp.) dipengaruhi dua gen
M: gen untuk umbi merah
K : gen untuk umbi kuning

Gen M epistasis terhadap gen K. Adapun genotipe mmkk menghasilkan fenotipe baru, yakni umbi lapis putih. Tentukan perbandingan fenotipe generasi ke-2.

Penyimpangan Semu Hukum Mendel



F2 : M-K- 9  Umbi lapis merah
M-kk 3  Umbi lapis merah
mmK- 3  Umbi lapis kuning
mmkk 1  Umbi lapis putih

Perkawinan antara bawang dengan umbi lapis warna merah homozigot dengan kuning homozigot menghasilkan generasi F1  100% berumbi lapis warna merah. Persilangan antar F1  menghasilkan generasi F2  dengan perbandingan umbi lapis merah, kuning dan putih sebesar 12 : 3 : 1.

Terlihat perbandingan fenotipe tersebut berbeda dari hukum Mendel, tetapi sebenarnya tidak demikian. Perbandingan fenotipe perkawinan dihibrid ini tetap 9 :3:3:1, hanya perbandingan fenotipe yang mengalami modifikasi menjadi (9+3): 3:1.


b. Polimeri

elson Ehle membuktikan polimeri ketika menyilangkan gandum kulit merah dengan kulit putih. Generasi F1  hasil perbandingan tersebut menghasilkan 100% gandum kulit merah. Persilangan F1 menghasilkan generasi F2  dengan perbandingan kulit merah dan putih sebesar 15:1. Dari perbandingan tersebut dapat diduga bahwa persilangan yang dilakukan merupakan persilangan dihibrid.

Perbandingan 15:1 merupakan modifikasi dari hukum Mendel mengenai persilangan dihibrid. Perbandingan 15:1 dihasilkan dari modifikasi perbandingan (9+3+3) : 1. Penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa gen pembawa sifat merah adalah dominan dan terdapat dua pasang alel yang menentukan sifat kulit merah. Perhatikan persilangan berikut

Diagram Persilangan Gandum arna Merah dan arna Putih
Diagram Persilangan Gandum arna Merah dan arna Putih


Berdasarkan hasil generasi F2 , diketahui bahwa terdapat 15 dari 16 kemungkinan perkawinan menghasilkan fenotipe merah, karena mengandung gen dominan M. Adapun satu kemungkinan menghasilkan fenotipe putih karena tidak memiliki gen dominan M. Hasil generasi F2 juga mengungkapkan bahwa semakin banyak gen dominan M, semakin tua warna kulit gandum tersebut. Jika terjadi sebaliknya, warna kulit gandum semakin putih.

Dari percobaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa polimeri merupakan peristiwa dipengaruhinya satu ciri oleh banyak gen yang berdiri sendiri dan terjadi secara akumulatif. Semakin banyak gen yang memengaruhi, semakin nyata perbedaannya. Contoh lain polimeri terjadi pada warna iris mata manusia dan warna kulit


c. Kriptomeri

Kriptomeri kali pertama diungkapkan oleh Corens pada saat menyilangkan bunga  inaria marrocana galur murni warna merah dan putih. Generasi F1  hasil persilangan didapatkan semua bunga berwarna ungu. Kemudian bunga tersebut disilangkan dengan sesamanya menghasilkan generasi F2 . Hasilnya, didapatkan fenotipe bunga ungu, merah, dan putih dengan perbandingan 9:3:4. Dari hasil tersebut diduga kuat bahwa persilangan tersebut merupakan persilangan dihibrida.

Berdasarkan penelitian Correns, gen pembentuk antosianin dominan terhadap gen tanpa antosianin. Pigmen antosianin berwarna merah jika berada dalam sitoplasma sel yang bersifat asam. Jika sitoplasma bersifat basa, pigmen berwarna ungu. Sifat asam basa sitoplasma ini dipengaruhi oleh gen lain. Gen penyebab sitoplasma basa ini bersifat dominan.

Berdasarkan dua ciri, pembentukan antosianin dan derajat keasaman sitoplasma menyebabkan fenotipe bunga warna ungu tersembunyi. arna ungu akan tampak jika kedua gen dominan muncul. Karena itulah peristiwa ini disebut kriptomeri (kriptos  tersembunyi). Perhatikan persilangan berikut.

Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Diagram Persilangan Bunga Linaria  a occana


Perbandingan fenotipe F2  9:3:4 terlihat tidak sesuai dengan perbandingan fenotipe dihibrid menurut Mendel. Sebenarnya perbandingan tersebut hanyalah modifikasi dari hukum Mendel, yaitu 9:3 : (3+1).

d. Komplementer

Fenomena gen komplementer kali pertama diamati oleh  . Bateson dan R.C. Punnet saat mengamati persilangan bunga  athyrus odoratus. Komplementer merupakan interaksi gen yang saling melengkapi. Jika salah satu gen tidak muncul, sifat yang dimaksud juga tidak muncul atau tidak sempurna.

Pada bunga  athyrus odoratus, terdapat dua gen yang saling berinteraksi dalam memunculkan pigmen pada bunga.
Gen C : membentuk pigmen warna
Gen c : tidak membentuk pigmen warna
Gen P : membentuk enzim pengaktif pigmen
Gen p : tidak membentuk enzim pengaktif pigmen

Berdasarkan gen-gen tersebut, warna pada bunga hanya akan timbul  jika kedua gen, penghasil pigmen (C) dan penghasil enzim pengaktif pigmen (P), muncul. Jika salah satu atau kedua gen tidak muncul, bunga tidak berwarna (putih). Perhatikan persilangan berikut.

Diagram persilangan Lat y u odo atu
Diagram persilangan Lat y u odo atu


Berdasarkan hasil persilangan, generasi F2 menghasilkan perbandingan fenotipe ungu dan putih sebesar 9:7. Sepintas, tampak hal tersebut tidak sesuai hukum Mendel. Akan tetapi, sebenarnya perbandingan 9:7 tersebut hanya modifikasi dari perbandingan 9 : (3+3+1).

0 komentar:

Posting Komentar